Sesak sajakmu membuaku berteriak. Belum sempat kupekakkan telingamu dan kumbat liang telingamu dengan sumpah serapahmu. Dadaku terlanjur tersumbat kesumat untukmu. Dulu katamu, lebih inda hidup dinaungi puisi.
Nisbi justru kutemui kini setelah kematian kata dan puisi. Penjara kata menambah nganga luka. Nyalang matamu yang cemerlang, terlampau hilang setelah malam pemaksaan itu. Malam ketika kau tunjukkan dadamu yang bidang, dengan sajak penuh sesak birahi.
Kini sajak sepi membuatku iri. Melata pergi, kau raib tanpa permisi. Hanya kautinggalkan seorang bayi tanpa kau penuhi pintaku. Orang lain memanggilku ibu bukan seorang isteri. Bayi hanya seorang piatu, bapaknya telah mati sepeninggalmu.
Kuluruhkan etika, serupa kelelawar aku menjelajah malam. Kututup luka hati dengan bedak dan lipstik yang teramat tebal. Lengkap sudah tebal itu ketika kusuguhkan senyuman ketika seorang lelaku menghampiriku.
Bertambah hari kesakitanku tak pernah berkurang
Luka itu bertambah menganga ketika kosmetikku hilang oleh serigala belang.
Bersamaan dengan lenguhan kepuasan syahwat, batinku tersayat kembali
Serigala itu sama tidak ada bedanya denganmu
Bedanya kau lebih pandai menyimpan rahasia
Serigala itu lebih terus terang menginginkan aku sebagai mangsa
dulu, kau datang taburkan bunga-bunga yang memekarkan kata-kata
kini setiap lelaki menjelang dia tawarkan harga yang kiranya pantas untukku
malam yang menjadi sajak kepedihanku, yang menjadi puisi untuk sumber kehidupan bayi itu kelak untuk seorang yang sudi atau tidak sudi harus mengakuiku sebagai ibu.
Dalam senyap kusuguhkan sepiring kenikmatan dan segelas kehangatan
Senyum liar menjadi penawar dahaga bagi jiwa-jiwa yang kesepian. Padahal aku lebih kehausan. Aku dipaksa memberi obat, padahal akulah yang butuh kesembuhan.
suatu malam kutermui seorang laki-laki. Ia membawakan sajak dengan puisi hati
ia memelas hati, bersedia menjadi bapak dan suami yang baik hati
aku hanya tertawa dan berteriak. Cinta dan dosa itu nisbi
kebenaran dan dusta itu sama, hanya kata yang menutupinya
aku bilang kita hidup bukan hanya karena cinta, kucaci dia kalau lelaki hanya butuh birahi. Mereka hanya bisa merokok setelah lahap melalap syahwat. Setelah itu lelap. Meninggalkan wanita ketika bangun. Kusumpah serapahi dia, kataku janji lelaki hanya untuk birahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar