Kebetulan aku seorang penjaga masjid
Jum’at pagi ini seperti biasa berusaha untuk bekerja keras untuk membersihkan karpet yang terpasang di masjid. Entah kenapa semenjak malam tadi kabut begitu tebal menutupi jalanan di sudut kecil kota purwokerto. Yah….kabut begitu tebal. Menjelang subuh aku tidak begitu memperhatikan cuaca alam, yang aku perhatikan mungkin karena aku sudah kesiangan bangun untuk adzan subuh. Kebetulan entah kenapa tadi malam aku juga mimpi cukup indah hingga membasahi sedikit bagian dari tubuhku. Mungkinkah ini karena kabut yang tebal yang menutupi malam.ah….aku tak tahu, aku tak peduli. Yang aku pedulikan adalah aku begitu ingin mengurangi mimpi yang hangat ini. Aku ingin mengulangi lagi mimpi malam tadi. Tapi….mungkinkah ketika aku tidur kembali aku akan bermimpi yang sama seperti tadi malam. Ah….lagi-lagi aku berkhayal.
Sementara kabut masih tebal menutupi sisi jalan kampus setelah subuh ini. “wahai saudaraku, kabut begitu tebal pagi ini bahkan akhir-akhir ini. Kenapa ya?” aku bertanya dengan spontan kepada sahabatku ketika memasuki bilik suci tempat tinggal kami berdua bahkan bertiga. “kata pak kyai ini lah tanda-tanda jaman akhir”jawaban yang tak disangka-sangka keluar dari lisan sahabatku, yang sedari tadi ada di kamar setelah melanjutkan tahlil dan wirid bersama pak kyai.” Ah…benarkah seperti itu?”tanpa sadar aku merasa gelisah, setelah mendengar jawaban dari sahabatku tadi.
Jaman akhir, jaman mendekati kiamat. Bumi sudah tua, sudah banyak bencana, sudah banyak musibah besar silih berganti menerpa negeri ini. Kalau kata pak kyai, semua ini karena banyak umat yang telah meninggalkan ulama, banyak laku maksiat. Tapi kalau kata mbah buyutku ini jaman akhir jaman edan, jaman orang gila yang serakah dengan harta, tahta dan wanita. Semua cara dihalalkan dan semua yang haram dihalalkan.tapi katanya nanti kata mbahku aka nada ratu adil. Tapi katanya pak kyai di jaman akhir akan datang sang penyelamat dunia, pembawa risalah kebenaran untuk orang-orang yang sesat. Mungkinkah sang penyelamat ini atau ratu adil ini adalah orang yang sama, tapi siapakah dia?dimanakah dia dan kapan dia akan datang untuk memperbaiki semangat jaman yang sudah edan ini.
Sementara kabut masih tebal namun sorot sinar matahari pagi selalu beranjak naik dan berusaha menerobos kabut tebal yang menutupi jalan. Ketika aku melihat sinar matahari pagi aku ingat pada kasih ibuku yang sepanjang nafasku selalu mendo’akanku. Aku tahu bahwa setiap jam empat pagi ibuku dan mbahku yang sudah tua dan bungkuk telah bangun dan memasak air.
Sementara kabut masih tebal aku juga teringat bapakku. Sepanjang kuliahku ia selalu berusaha bekerja semampu tenaga untuk menghidupiku. Sementara aku juga sangat ingat ayahku yang mungkin di saat kabut masih tebal, pastinya ia sudah berjalan menelusuri panjangnya pematang sawah yang masih berembun. Aku bisa bayangkan kalau dipundaknya sudah ada cangkul kesayangannya. walaupn bapakku punya banyak cangkul namun aku melihat hanya cangkul itu yang selalu dibawa bapakku ke sawah. Kalau cangkul-cangkul lain bisa dipinjam oleh tetanggaku atau pamanku, tapi cangkul ini sangat berat dan larangan untuk dipinjamkan.
Aku bisa menebak kenapa bapaku begitu sayang dengan cangkulnya yang satunya itu. Mungkin karena selama inilah dengan cangkul itu bapakku menghidupiku menghidupi adikku, menafkahi ibuku. Cangkul itulah yang telah menyemaikan benih-benih padi disawahnya untuk tumbuh subur. Padi itulah harapan baginya. Ketika panen tiba, selalu aku melihat senyumnya dan tarikan dan hembusan nafasnya yang panjang menandakan kelegaan dan kebahagiaan.Namun aku masih ingat ketika musim kemarau kemarin bapakku tidak bisa menanam padi, ia begitu pontang-panting menjual segala macam hasil bumi untuk keperluan kuliahku bahkan ditambah ongkos transport adikku yang masih SMP.
dibawah naungan rumah Tuhan, 16 maret 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar