Kamis, 24 Juli 2008

Serabi Senja

Pedagang kaki lima itu mendorong gerobagnya.
Hari ini begitu sepi pembeli
Sudah jarang anak-anak muda membeli serabimu
Mereka lebih suka membeli dorayaki yang pedagangnya tak bermata sipit
Bungkus daun pisangmu sudah layu seperti kuyu tubuhmu yang mulai renta
Dimakan umur, dihisap gerobagmu yang as rodanya mulai berkarat
Kau harus mendorongnya kuat-kuat
Sendirian tanpa teman, tanpa senyuman

Daganganmu masih sisa banyak sore ini
Padahal kau sudah berangkat pagi-pagi sekali
Biar kau banyak rengkuh uang segerobak
Memungut uang dari para pejalan kaki, pelari pagi
Yang dulu setia membeli serabimu
Dengan aroma asap kayu bakar dan wajan gosongmu

Serabimu dulu sangat terkenal
Hari ini dorayaki, konon kata anak-anak muda lebih bergengsi
Apakah kau tak ingin ganti bungkus serabimu dengan plastik-plastik transparan itu
Atau kalau tidak dengan koran bekas mungkin?
Bukankah daun pisang yang kian jarang kau jumpai di pasar?
Bukankah kayu bakar sekarang sama mahalnya dengan harga minyak dan gas?

Kenapa masih saja kau pegang teguh prinsipmu
"serabi itu akan enak rasanya, ma nyus ketika di masak dengan tungku batu dan kayu bakar pohon asem. Kalau tidak begitu, rasanya akan hambar"
itu selalu kau katakan ketika serabi senjamu tak kunjung laku
aku selalu membujukmu agar kau menjadi anak buahku
berganti profesi menjadi menjadi pedagang dorayaki
tapi kau tetap bersikeras berideologi
menjadi pedagang serabi di pinggir jalan sampai mati
"aku lebih suka produk dalam negeri yang asli"

Tidak ada komentar: