Senin, 20 Oktober 2008

LARASATI

Larasati duduk di sebuah batu besar di tepi kali. Matanya yang sayu memandang aliran air kali. Seakan ada yang dicarinya. Kedua tangannya memeluk kedua kakinya beserta dagunya yang dibenamkan diantara kedua lututnya yang bersatu. Bibir mungilnya mengatup. Aingin kali mempermainkan rambut panjangnya yang terurai.

Di sekitar tempat larasati duduk, rimbun pohon pandan itu menjadi istana bagi burung paruh udang dan kepodang. Kali itu menjadi sumber perairan bagi sawah-sawah yang mengapitnya. Sawah-sawah itu mulai menguning. Serombongan burung emprit terbang menyerbu serumpun padi yang menguning. Suaranya yang gemericit, ramai sekali. Serombongan emprit itu menikmati biji-biji padi petani. Batang-batang padi itu bergoyang-goyang dan melengkung-lengkung ketika serombongan emprit itu hinggap dan berpindah kesana kemari untuk bermain sekaligus mencari makan.

“larasati…larasati…”suara itu datang dari kejauhan. Nampak seorang perempuan yang rambutnya digelung dan memakai kain jarit bermotif kawung, melambaikan tangannya kea rah larasati yang seduduk mematung. Suara itu rupanya membangunkan lamunan larasati. Gadis itu bangkit. Tanpa menyahut ia berlalu meninggalkan pinggiran kali.

Ibunya memerlukan bantuannya di rumah. Larasati menuju daput. Ditemuinya ibu yan gsedang sbuk menyalakan tungku batu dngan kayu bakarnya. Setelah menyala ditinggalkannya. Larasati kemudiansibuk memasak bersama ibunya untuk mengirimkan makanan untuk bapak dan kulinya di sawah.

Larasati melenggang di jalan kecil yang diapit persawahan. Melalui pematang sawah ditujunya sebuah gubug di tengah sawah itu. Tangan kanannya menjinjing rantang dan makanan dan gelas. Tangan kirinya membawa ketel air. Anign utara menghapas padi-padian yang mulai menguning. Larasati terus melenggang . Di gubung beratapkan ilalang itu tiga orang terlihat duduk-duduk. Kepulan asap rokok tembakau buatan tangan mereka sendiri.

*****************

Siapa yang tak kenal larasati. Di desanya ia dikenal sebagai kembang desa. Sudah banyak ibarat bunga, sudah banyak kumbang yang telah mencoba menghisap madunya. Tapi jangankan menghisap manis sari madunya, mendekati bunganya saja susah. Belum satupun yang mampu pemuda di desa itu yang mampu menaklukkan hatinya.

Kesukaan larasati yang sering menyepi di tepi kali mulai menggelisahkan orang tuanya. setiap kali selesai mengantar makanan ke sawah untuk bapaknya. setiap kali selesai memasak, mencuci dan menjemur, ia kemudian langsung duduk di tepi kali. sepertinya ia amat nyaman ketika berada di tepi kali, dengan rimbunan pandan ayng berduri. sering sekali banyak yang mencoba menggodanya dan melamarnya, namun jawabanya selalu saja tidak atau belum. banyak tetangga yang selalu menegurnya.

Laras aa tidak taku nanti kulitmu tertusuk duri pandan yang tajam.”

Laras apa tidak takut kesambet setan kali. demit-demit di sini galak-galak”

Laras, mendingan kamu terima lamaran anak Pak Lurah itu. dari pada kamu kluntang-klantung tidak jelas jluntrungannya. duduk di tepi kali setiap hari.”

TO BE CONTINUED....

Tidak ada komentar: