Senin, 20 Oktober 2008

TUKANG OJEK

tidak dapat dipastika ia selalu berangkat dengan motornya ke pasar untuk narik ojeg. Tak ada pilihan pekerjaan untuknya kecuali tukang ojoek, bila tak ngojeg, ia Cuma mengganggur di rumah, motor sewaannya itu biasa dipakai anak bosnya sehingga tidak setiap hari ia bisa narik ojeg di pasar. gas motornya ditarik pelan.

Jalan menuju pasar temat mangkal ojegnya,berliku-liku tidak pernah lurus seperti pikirannya. sepanjang perjalanan ia berpikir tentang keluarganya. perekonomian keluarganya yang semakin sulit. terbayang anaknya yang besok kemungkinan besar tidak ikut study tour ke Jakarta karena tak ada biaya. Perasaan bersalah pada anak isterinya semakin menyesakkan dadanya yang selama ini telah sesak oleh penyakit asma yang kata orang merupakan warisan dari ayahnya yang meninggal tanpa meninggalkan warisan barang sepetak sawahpun layaknya teman-teman di desanya.

pagi itu sebenarnya ia telah berangkat ke rumah bosnya untuk mengambil motor sewaan ojegnya yang dicicil bersamanya namun karena motor bos dipakai anaknya seperti biasanya tanpa ada kejelasan pulang jam berapa dan kapan. iapun kembali ke rumah. di branda rumahnya yang kecil ia duduk termenung di sebuah kursi kayu panjang warisan mertuanya saat menikah. pandangannya yang kosong menembus kekosongan halaman rumahnya yang tak pernah ada pohon besar mengelilinginya. hanya barisan rumput teki dan ilalang kecil yang mengelilingi rumah mungil berdinding anyaman bambu itu. mulutnya yang kosong tanpa asap rokok ditutupinya dengan tangan yang memangku dagunya. kelihatan sekali tangannya sudah mulai keriput, tak sepadan dengan jumlah usianya.

Dari kejauhan halaman rumahnya, tepatnya seberang jalan rumahnya sawah menguning membentang. terlihat banyak orang sedang sibuk memanen padi. ada yang yang sedang semangat membabat rumpun-rumpun padi yang ranum menguning, ada yang sibuk memanggul, ada yang sibuk mengetam. bulir-bulir padi itu rontok lepas dari tangkainya. sementara anak-anak berlarian ke sana kemari tanpa arah yang jelas dengan tawa keceriaan yang tampak dari rona wajah dan keluguan mereka. mereka yang ada di sawah seperti tak pernah peduli dengan matahari yang menyala-nyala siang itu.

”Pak, saya ikut panen padi ya?”
”Oh maaf, mas. petakan-petakan sawah di sini sudah dibagi-bagi pada setiap anggota keluarga. jadi kami masing-masing juga telah jelas bagian kami masing-masing.”
”Oh....begitu ya Pak. Terima kasih. kalau begitu saya barangkali bisa membantu barang sedikit ”
”tenaga kami sekeluarga, kayaknya sudah cukup”
beberapa kali dia mencoba untuk membantu memanen padi di sawah seberang jalan itu, tapi beberapa kali itu pula ia ditolak dengan alasan yang sama. intinya karena lelaki itu bukanlah anggota keluarga si tuan tanah.
lamunannya terbangun ketika lamat-lamat mendengar percakapan antara isteri dan anaknya. semakin lama semakin jelas.
”mbok, besok saya harus membayar study tour ke Jakarta. paling lambat tanggal 15 jadi kurang lima hari lagi.

TO BE CONTINUED...

Tidak ada komentar: