Kamis, 21 Januari 2010

Gethek Untuk Angkutan Kayu Menilik Kerja Para Pengangkut Kayu di Sungai Tajum


AJIBARANG-Warga Duku...h Kalibeber Darmakradenan masih mempergunakan gethek atau rakit bambu sebagai sarana angkutan. Walaupun jembatan Kalibeber telah dibangun, ternyata gethek masih tetap digunakan oleh warga sekitar untuk berbagai keperluan aktifitas sehari-hari. Diantara mereka ada yang mempergunakan rakit untuk mengambil pasir, menyeberang sungai dan juga untuk mengangkut kayu.

Seperti yang dilakukan oleh Rikun (48). Ia bersama beberapa rekan kerjanya mempergunakan gethek sebagai sarana untuk mengangkut gelondong kayu. Gethek dipergunakan oleh Rikun dan kawan-kawannya untuk mengangkut kayu-kayu yang berat dari arah udik Sungai Tajum. Sedangkan untuk kayu-kayu yang ringan, mereka hanya menghanyutkannya lewat Sungai Tajum. Dengan cara seperti itu dipandang dapat meringankan pekerjaannya membawa kayu.
"Untuk kayu yang kecil dan ringan kita hanyutkan lewat sungai. Sedangkan untuk kayu yang bisa tenggelam karena besar dan berat kita pergunakan rakit ini secara bersama-sama. Memang kondisi sungai yang berliku sejak di atas sampai ke bawah sini membuat kami harus bekerja keras. Kedalaman sungai di beberapa sekitar lima tempat lubuk ada sekitar 4 meter mungkin. Terbukti galah bambu yang kami pergunakan masuk ke dalam air semua. Kita harus hati-hati ketika itu" kata Rikun menceritakan sedangkan teman-temannya yang lain sedang asyik menyantap sarapan yang dimakan sekitar pukul 11.00 siang kemarin.

Para pekerja-pekerja pengangkut kayu itu terbagi menjadi dua. Sekitar 12 orang itu terbagi menjadi dua. Beberapa diantara mereka menghadang kayu-kayu yang dihanyutkan dari sungai bagian atas sambil menunggu datangnya gethek pembawa kayu.

"Kita harus cepat-cepat mengangkut kayu-kayu itu supaya tidak hanyut ketika ada banjir di Sungai Tajum ini. Jika sudah banjir pasti kayu-kayu itu bisa terbawa arus air Sungai Tajum yang besar ini. Makanya mumpung masih terang dan belum hujan kita harus secepatnya membawa kayu-kayu ini ke darat untuk dibawa ke penggilingan kayu di perbatasan Darma-Karangbawang" kata Rikun menambahkan.

Beberapa pekerja sempat mengeluh menceritakan pekerjaannya. Ia menyatakan bahwa pekerjaan mengangkut kayu di sungai ini termasuk pekerjaan yang berat dengan resiko yang tidak ringan. Namun mereka tidak ada pilihan lain untuk mengambil pekerjaan itu, di tengah-tengah kesulitan memperoleh pekerjaan dan pendidikan yang pas-pasan dewasa ini. Tidak bisa dibayangkan ketika rakit atau gethek yang membawa kayu itu terbalik di sungai, tambahnya menceritakan.

Selama kayu belum terangkut semua maka mereka akan bolak-balik menjalankan rakitnya dengan arah hilir mudik. Mereka harus berjuang beradu kecepatan dengan tidak menentunya cuaca. Hujan yang bisa membuat Sungai Tajum banjir adalah musuh terbesar mereka ketika pekerjaan mengangkut gelondong kayu belum rampung. Dengan resiko bertaruh nyawa menyeberangi lubuk-lubuk dalam Sungai Tajum, mereka harus bolak balik membawa rakit dengan atau tanpa isi gelondong kayu. Demi terisinya perut anak isteri mereka.

Tidak ada komentar: