Jumat, 12 November 2010

Tiga Kata dengan Tiga Titik di Belakangnya

pada 11 Oktober 2010 jam 20:16

Nit nit..nit nit...ponselku berbunyi dengan getar mengirinya. Sambil mengucek mata, kubuka tanda bintang untuk bisa membaca pesan singkat yang meluncur itu. 'Shlt mlm Mz...tiga kata dengan tiga titik di belakangnya. Di bawah pesan itu kulihat jelas sederet nomor ponsel. Entahlah, kenapa aku harus tak menuliskan namanya. Itu rahasiaku dengan diriku sendiri, tak terkecuali dengan dia yang tak kusebut namanya. Sang waktupun baru menunjukkan pukul 03.04 WIB.

Membaca pesan singkat itu, entah kenapa seperti ada semangat yang membangunkanku. Tiga kata itu seolah menjadi pelecut bagi kemalasanku selama ini. Entah nanti. Mendapatkan pesan singkat itu, aku langsung kembali ke masa setahun yang lalu. Tiap lima waktu ada saja pesan singkat yang dikirimkan oleh seseorang untukku. Mengingatkanku untuk bangun di subuh hari. Bedanya, pengirim pesan itu sudah jelas kutuliskan namanya. Namun itu sudah setahun yang lalu, bahkan sudah menjadi masa lalu. Dan kini aku mengalaminya lagi.

Kokok ayam terus saja berbunyi. Beranjak dari kursi panjang tempat tidurku, akupun membalas pesan itu. Spontan kutulis 'ya wis kita sholat bareng aja, ta' imami dari sini" balasku singkat. Aku dan dia di tempat berbeda, 15 KM jarak yang memisahkan kami. Usai bangun aku seperti kembali kembali ke masa lalu, kembali mengambil air suci di tengah dinginnya dini hari. Tak ada beban sepertinya, seperti ada yang tengah memperhatikanku. Tapi pikirku bukanlah Rakib Atid di kanan kiri pundakku. Entahlah apa yang menyebabkan aku mau menyentuh air dini hari tadi.

Sarung, kemeja, peci telah rapi melekat di badanku. Akupun kembali menjalankan ritual sebagaimana di masa lalu aku pernah melaksanakannya. Telah lama ku tak menyentuh sajadah itu. Padahal sudah sering terlihat terhampar seperti menanti sujudku. Tapi dengan berbagai alasan dan kemalasan nanti sering aku melewatkannya. Tapi tidak untuk saat ini usai pesan singkat tiga kata dengan tiga titik di belakangnya itu muncul.

Kusadari bahwa memang bukan karena pesan itu. Mungkin inilah keajaiban Tuhan atau kebenaran Tuhan. Antara khauf dan roja' kepada sesama makhluk, manusia malah lebih tunduk kepada sesamanya. Pesan singkat itu kupandang sebagai mediasi Sang Pencipta Cinta mengantarkan simpul-simpul kepada hambaNya. Naluri lelaki yang mempunyai cemas dan harap kepada perempuan ataupun sebaliknya mungkin sengaja diciptakan oleh Tuhan untuk manusia.

Di sepertiga malam terakhir itu, aku coba kembali merenungi diri sebagai salah satu makhluk kerdil di tengah hamparan bumi yang luas ini. Kubayangkan di tengah sepi, aku duduk di tengah hampaan langit hitam dengan kerlip bintang i atas sana. Rasa ini sudah lama tak kurasakan. Semua hampir habis dengan lahapan-lahapan dunia yang tiada pasti isinya. Fuuuuuh..ku hela nafas panjang usai memanjatkan do'a. Kubaca doa demi doa, yang menjadi rahasiaku kepadaNya. Tiap doa adalah proposal yang akan berlomba dengan proposal lain untuk mendapatkan ACC sang pengabul doa. Terlintas, di benakku begitu dahsyat efek tiga kata dengan tiga titik di belakangnya itu membuat aku tersungkur bersujud ke dalam sajadah yang tiap kali digunakan sujud ibuku.

Akupun harus jujur pada diriku sendiri, entah benar atau tidak. Rupanya telah terjadi sesuatu antara aku dengan pengirim pesan singkat itu. Entah rasa ataupun apa. Bagiku ini adalah anugrah yang tak bisa ditawar-tawar apalagi dibuang. Terlepas dari semuanya, aku hanya ingin jujur pada diriku dan pemilik sederet nomor dan sengaja tak kutulis namanya bahwa ada rasa yang berbeda dengan rasa yang sebelumnya. Naif memang sepertinya, tapi ini nyata.

Corong-corong masjid itu berlomba menyuarakan panggilan subuh. Akupun akhirnya mengetik pesan balasan singkat untuk sederet nomor itu. Mendeskripsikan perasaan ataupun mungkin penafsiran perasaan bahkan ketergesaan dengan sepotong pesan singkat. Aku sadar ketika kukirim pesan itu berbagai konsekuwensi akan menunggu di belakangnya. Tapi subuh hari telah tiba, dan kita harus menjalankan rutinitas seperti semula. Tinggal waktu nanti yang menentukan kelanjutan kisah itu seperti apa. Waktulah yang akan menunjukkan apa ada kelanjutan tiga kata dengan tiga titik di belakang berikutnya atau tidak...

Tapi tak kupungkiri akhir-akhir ini aku tengah butuh tiga kata dengan tiga titik di belakangnya. Karena tiga kata dengan tiga titik di belakangnya bukanlah sekedar kata semata..tapi ada serentetan kisah panjang yang bisa saja tengah mungkin menguntit di belakangnya..atau penilaianku salah tiga kata dengan tiga titik di belakangnya itu hanya sebuah pesan singkat dan hanya terluncur sekali saja di dini hari buta ketika seorang pemalas tak sengaja bangun dari tidurnya..entahlah......

11 Oktober 2010 07.30

tulisan ini untuk pengirim pesan singkat tiga kata dengan tiga titik di belakangnya

dan untuk teman-temanku yang tngah menderita Penyakit gila no.20 karena Cinta...


16 Oktober 2010

Tergop0h-gopoh aku mengirim berita untuk harian lokal tempat setahun lebih aku bekerja. sampai dengan jam 9 aku mendekam di bilik warnet untuk mencari sebuah foto...entah karena apa, ada untuk membuat sebuah sketsa tentang wajah seorang setahun sudah tak ada perasaan apa-apa hingga menjadi ada apa-apa...

Dimulai dari pukul 21.00 hingga 00.01 akhirnya kusudahi pula proses menuangkan serbuk-serbuk pensil 2B yang telah lama tak kujamah. Beruntung beberapa saat lalu telah kubeli satu rim kertas kwarto untuk lamaran dan portofolio untuk lamaran itu. Akhirnya jam 1 kuputuskan untuk merebahkan tubuh, menelan gundah, memaksa sudah...

17 Oktober 2010

Pagi, aku kembali dipusingkan memilih bingkai untuk goresan tiga jam semalam. bersama rekan seprofesi aku mencoba mencari bingkai untuk itu, kuselipkan kertas setengah halaman itu di sebuah buku novel itu. Kucari-cari dengan segala keterbatasan waktu dan deadline waktu untuk liputan akhirnya dapat juga sebuah bingkai selebar setengah buku besar, tepatnya sebesar buku novel. Dibungkuskan oleh pelayan, tepatnya pramuniaga. Kni gambarmu ada di bingkai itu.

Siang itu ku bungkus gambar beserta novel itu dengan koran saja. Sederhana saja, karena aku ingin mencintaimu dengan sderhana (meminjam puisi SPA), seperti kata yang tak bisa disampaikan olehku kepadamu.setidaknya dengan sebuah goresan tiga jam apapun hasilnya itu...

sebentar saja aku ke rumahmu dan menyerahkan itu....



Tidak ada komentar: